Jawapan
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya kepada kita semua. Ulama menganjurkan orang yang berkurban untuk menyisihkan dagingnya agar dia juga merasakan daging hewan kurbannya. Karena daging kurban itu mengandung berkah.
Kalau hewan kurban itu dimakan sendiri maka gugurlah pahala ibadah kurbannya. Karenanya, ulama menganjurkan orang yang berkurban membagi tiga daging kurbannya. Sepertiga untuk dirinya. Sepertiga berikutnya untuk orang-orang miskin. Sedangkan sepertiga sisanya untuk orang-orang kaya.
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa lebih utama orang yang berkurban menyedekahkan semua hewan kurbannya. Tetapi kami lebih sepakat ketika orang yang berkurban ikut merasakan sebagia daging kurbannya sebagai bentuk tabarrukan.
Dari sini jelas bahwa ibadah kurban merupakan “sedekah” meskipun orang yang berkurban boleh memanfaatkan sebagiannya. Karena itu juga Madzhab Syafi’i tidak membolehkan orang yang berkurban menjual daging atau kulit hewan kurban yang telah disembelihnya.
Sementara Mazhab Hanafi membolehkan penjualan daging atau kulit kurban dengan catatan hasilnya disedekahkan atau dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangganya. Hal ini disebutkan oleh Taqiyuddin Al-Hushni Al-Husaini dalam Kifayatul Akhyar seperti kutipan berikut ini.
واعلم أن موضع الأضحية الانتفاع فلا يجوز بيعها بل ولا بيع جلدها ولا يجوز جعله أجرة للجزار وإن كانت تطوعا بل يتصدق به المضحي أو يتخذ منه ما ينتفع به من خف أو نعل أو دلو أو غيره ولا يؤجره والقرن كالجلد وعند أبي حنيفة رحمه الله أنه يجوز بيعه ويتصدق بثمنه وأن يشتري بعينه ما ينتفع به في البيت لنا القياس على اللحم وعن صاحب التقريب حكاية قول غريب أنه يجوز بيع الجلد ويصرف ثمنه مصرف الأضحية والله أعلم
Artinya, “Perlu diketahui bahwa ibadah kurban itu terletak pada pemanfaatan tubuh hewan kurban itu sendiri. Karenanya daging kurban tidak boleh dijual, bahkan termasuk menjual kulitnya. Bahkan orang yang berkurban tidak boleh memberikan kulitnya kepada penjagal sebagai upah penyembelihan hewan kurban meskipun kurban itu ibadah sunah. Orang yang berkurban boleh menyedekahkan kulitnya. Pilihan lain, ia boleh memanfaatkan kulitnya untuk membuat khuf (sepatu rapat tak tembus air, terbuat dari kulit), sandal, timba, atau benda lainnya. Tetapi ia tidak boleh memberikannya kepada orang lain sebagai upah penyembelihan. Status perlakuan terhadap tanduk hewan kurban serupa dengan perlakuan terhadap kulit hewan kurban.
Menurut Imam Hanafi Allah yarhamuh, orang yang berkurban boleh menjual kulit hewan kurbannya lalu menyedekahkan hasil penjualannya. Dengan hasil penjualan kulit itu, ia juga boleh membeli pelbagai keperluan yang bermanfaat bagi rumah tangganya. ‘Kami mengqiyasnya dengan daging.’ Penulis Taqribmenyebutkan pendapat yang tidak umum bahwa kulit hewan kurban boleh dijual dan orang yang berkurban itu mengalokasikan hasil penjualannya untuk para mustahik daging kurban sebagaimana lazimnya,” (Lihat Taqiyyudin Al-Hushni Al-Husaini, Kifayatul Akhyar fi Halli Ghayatil Ikhtishar, Beirut, Darul Basyair, tahun 2001, halaman 634).
Keterangan di atas ini menyebutkan perbedaan pendapat secara jelas antara Madzhab Syafi’i dan Madzhab Hanafi. Meskipun demikian, perbedaan pendapat keduanya tidak terlalu tajam karena meskipun membolehkan penjualan itu, Imam Hanafi memberikan pilihan antara menyedekahkan hasilnya atau digunakan untuk keperluan rumahnya.
Menurut hemat kami, orang yang berkurban mesti melihat kondisi masyarakat terlebih dahulu. Kalau misalnya ada tetangga yang lebih membutuhkan uang daripada kulit sapi, kami menyarankan untuk menjual kulit hewan kurbannya kepada penadah lalu menyedekahkan hasil penjualannya kepada tetangga yang memerlukan uang tadi. Atau ia bisa juga menyedekahkan kulit sapi kepada tetangga yang membutuhkan uang itu agar menjualnya kepada penadah.
Perbedaan pendapat perihal penjualan daging, kulit, atau tanduk hewan kurban ini berlaku bagi orang yang berkurban. Sedangkan orang yang tidak berkurban, boleh menjual daging kurban pemberian orang lain. Sementara sebagian ulama tidak membolehkan orang kaya penerima daging untuk menjual daging kurban pemberian panitia kurban atau seseorang.
Demikian yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Sumber : http://www.nu.or.id
via Bin Usrah
Blogger Comment
Facebook Comment